Legislasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
        Pelaksanaan teori dan konsep tentang kedaulatan rakyat mengalami persoalan yang signifikan, yaitu tentang bagaimana pelaksanaan kedaulatan rakyat. Pelaksanaan konsep kedaulatan rakyat pada era sekarang ini menjadi rumit karena tidak mungkin untuk menyerahkan kekuasaan penyelenggaraan negara pada seluruh rakyat, hal itu dapat menyebabkan terhambatnya atau bahkan terjadinya kekacauan bagi pelaksanaan kehidupan bernegara. Solusi
bagi pelaksanaan teori tersebut yaitu memberikan kekuasaan kepada suatu badan atau lembaga perwakilan rakyat sebagai kekuasan yang berdaulat dalam sebuah negara.
          kekuasaan kedaulatan rakyat dalam sebuah negara demokrasi modern biasanya diserahkan kepada lembaga perwakilan yaitu parlemen atau di Indonesia biasa disebut Dewan Perwakilan Rakyat,ajaran kedaulatan rakyat berpandangan bahwa letak kedaulatan seharusnya ada pada rakyat, kebutuhan akan kepastian masa depan bukan monopoli perseorangan atau kelompok orang namun merupakan kebutuhan seluruh rakyat dalam sebuah negara, pandangan tersebut menjadi dasar bagaimana sesungguhnya peran rakyat dalam sebuah negara.perwakilan rakyat bermula dari keperluan masyarakat akan Hukum sebagai sarana untuk mengatur kehidupan bersama disamping kebutuhan akan badan yang akan membuat dan memberlakukannya, membuat hukum atas nama rakyat dan memberlakukannya untuk menyelenggarakan kehidupan bersama,disini walaupun penguasa negara sudah di bagi berdasarkan penugasan tertentu namun dalam pembuatan hukum semua pihak melibatkan diri,keterlibatan seluruh penguasa negara tersebut dapat terjadi dalam pembuatan Hukum Dasar dan bisa pula berlangsung dalam pembuatan aturan pelaksanaan terhadap hukum dasar Pandangan tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan lembaga perwakilan rakyat dapat diartikan sebagai eksistensi lembaga yang memproduk peraturan perundang-undangan. Lembaga yang memiliki kewenangan membuat undang-undang disebut lembaga legislatif.

          1.2. Rumusan Masalah      

Berpijak pada uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, yaitu:  
a. Apa peran alat kelengkapan dewan dalam fungsi legislasi ?
b. Bagaimana penguat fungsi legislasi ?
c. Bagaimanakah fungsi legislasi DPR yang perlu diperkuat ?

1.3. Tujuan

Dalam penyusunan sebuah karya ilmiah ini mengenai Legislasi bermaksud agar dapat memberikan suatu gambaran mengenai tugas dan pokok dalam legislasi, dapat mengetahui apa saja peran dan alat kelengkapan Dewan di dalam fungsi Legislasi, serta dapat mengetahui bagaimana fungsi legislasi DPR yang perlu diperkuat.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lembaga Legislatif

         Lembaga legislatif yaitu suatu badan yang berdasarkan sistem ketatanegaraan yang dijamin oleh konstitusi, dengan tugas pokok untuk membuat Undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat atau parlemen, adalah lembaga konstitusi dalam struktur ketatanegaraan yang memiliki fungsi legislasi.
Legislasi atau undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan lesgislatif atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai rancangan undang-undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.
Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut pertimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan  tahun sidang.

2.2. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat
Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.
Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial, yang terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Badan Legislasi bertugas:
Menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk satu masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD;
Mengoordinasi penyusunan program legislasi nasional antara DPR dan Pemerintah;
Menyiapkan rancangan undang-undang usul DPR berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;
Memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang-undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional;
Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Badan Musyawarah;
Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus;
Memberikan masukan kepada pimpinan DPR atas rancangan undang-undang usul DPD yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan
Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPR untuk dapat digunakan oleh Badan Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.


2.3. Kedudukan, Tugas Pokok serta Hak dan Kewajiban
DPRD mrupakan Lembaga Perwakilan  Rakyat Daerah  yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Sebagai representasi rakyat,  DPRD mempunyai fungsi legislasi, anggaran danpengawasan.
DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
1. Membentuk Perda bersama Gubernur.
2. Membahas dan memberikan persetujuan Raperda mengenai APBD yang diajukan Gubernur.
3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan  APBD.
4. Mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentiannya.
5. Memilih Wakil Gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Gubernur.
6. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Provinsi terhadap rencana perjanjian internasional di daerah.
7. Memberikan persetujuan atas rencana kerja sama internasional yang  dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi.
8. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
9. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
10. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11. Melaksanakan tugas dan wewenang lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugasnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai kewajiban yaitu :
1. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menaati segala peraturan perundang – undangan.
2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelengaraan pemerintahan daerah.
3. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
5. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat..
6. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
7. Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya.
8. Menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah / janji anggota DPRD.
9. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
DPRD mempunyai hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat sedangkan anggota DPRD mempunyai hak mengajukan Raperda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, mengikuti orientasi dan pendalaman tugas, hak protokoler, keuangan dan administratif serta mempunyai ruang kerja.
Pimpinan dan anggota DPRD memperoleh kedudukan protokol dalam acara resmi dan mendapat penghormatan sesuai dengan penghormatan kepada pejabat pemerintah.
kekuasaan kedaulatan rakyat dalam sebuah negara demokrasi modern biasanya diserahkan kepada lembaga perwakilan yaitu parlemen atau di Indonesia biasa disebut Dewan Perwakilan Rakyat,ajaran kedaulatan rakyat berpandangan bahwa letak kedaulatan seharusnya ada pada rakyat, kebutuhan akan kepastian masa depan bukan monopoli perseorangan atau kelompok orang namun merupakan kebutuhan seluruh rakyat dalam sebuah negara, pandangan tersebut menjadi dasar bagaimana sesungguhnya peran rakyat dalam sebuah negara.perwakilan rakyat bermula dari keperluan masyarakat akan Hukum sebagai sarana untuk mengatur kehidupan bersama disamping kebutuhan akan badan yang akan membuat dan memberlakukannya, membuat hukum atas nama rakyat dan memberlakukannya untuk menyelenggarakan kehidupan bersama,disini walaupun penguasa negara sudah di bagi berdasarkan penugasan tertentu namun dalam pembuatan hukum semua pihak melibatkan diri,keterlibatan seluruh penguasa negara tersebut dapat terjadi dalam pembuatan Hukum Dasar dan bisa pula berlangsung dalam pembuatan aturan pelaksanaan terhadap hukum dasar Pandangan tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan lembaga perwakilan rakyat dapat diartikan sebagai eksistensi lembaga yang memproduk peraturan perundang-undangan. Lembaga yang memiliki kewenangan membuat undang-undang disebut lembaga legislatif.
Dalam praktek dikenal tiga macam norma hukum yang dibentuk oleh negara. Ketiga norma hukum tersebut adalah :
1. Produk atau norma hukum yang dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan
2. Produk hukum yang dikategorikan sebagai keputusan atau beschikking (bersifat administratif, konkret, dan individual), pengujian produk hukum ini dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.
3. Produk hukum yang dibentuk oleh pengadilan (berupa putusan pengadilan, bersifat penghakiman), Pengujian produk hukum ini dilakukan melalui prosedur upaya hukum, baik upaya hukum biasa (Verzet, Banding dan Kasasi) maupun upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali).

2.4. Peran alat kelengkapan dewan dalam fungsi legislasi
Jika kita merujuk pada ketentuan Pasal 46 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. Pasal 43 PP No. 25/2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD, alat kelengkapan DPRD terdiri dari pimpinan, komisi, panitia musyawarah, panitia anggaran, badan kehormatan dan alat kelengkapan lain yang diperlukan. Jika dikaitkan dengan fungsi legislasi, tidak semua alat kelengkapan tersebut terlibat secara langsung. Alat-alat kelengkapan yang terlibat secara langsung antara lain adalah komisi, panitia musyawarah dan adanya kemungkinan alat kelengkapan lain yang dibentuk khusus menangi masalah legislasi, misalnya Panitia Legislasi. Dibawah ini akan penulis sampaikan tugas-tugas alat-alat kelengkapan dewan tersebut yang terkait dengan fungsi legislasi.
1. Komisi
          Jika kita mengacu pada fungsi dewan, ada 3 hal yang melekat padanya, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut secara inhern melekat pada tugas komisi selain alat kelengkapan dewan yang lain.
          Dalam fungsi legislasi, komisi dapat mengajukan rancangan Peraturan Daerah dan membahas rancangan peraturan daerah bersama dengan pemerintah daerah, baik terhadap rancangan Perda usul inisiatif Dewan maupun usul inisiatif Pemerintah Daerah. Jika rancangan Perda tersebut merupakan usul inisiatif dewan (komisi), maka tugas yang dapat dilakukan adalah mulai dari persiapan, penyusunan, pembahasan dan penyempurnaan rancangan Perda, sesuai dengan ruang lingkup tugasnya. Ketentuan lebih rinci yang terkait dengan tugas dan kewenangan ini biasanya diatur dalam Peraturan Tata Tertib Dewan. Untuk menunjang perancangan dan pembahasan Perda tersebut, komisi dapat melakukan kunjungan kerja dalam rangka mencari dan menjaring aspirasi masyarakat yang terkait dengan substansi materi rancangan Perda yang akan dibahas. Selain itu Komisi juga dapat melakukan rapat kerja dan dengar pendapat untuk melakukan pengayaan materi terhadap Rancangan Perda yang dibahas. Selajutnya dilakukan pembahasan bersama pemerintah daerah (dinas terkait yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota) untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Dalam fungsi anggaran, komisi mempunyai tugas :
a. mengadakan pembicaraan pendahuluan mengenai penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang termasuk      dalam ruang lingkup tugasnya bersama-sama dengan pemerintah daerah;
b. mengadakan pembahasan dan mengajukan usul penyempurnaan     Rancangan APBD;
c. membahas dan menetapkan alokasi anggaran untuk program, proyek       atau kegiatan         Dinas/Instansi yang menjadi pasangan kerja komisi;
d. mengadakan pembahasan laporan keuangan daerah dan pelaksanaan                APBD termasuk hasil pemeriksaan Bawasda/BPKP/BPK yang terkait          dengan ruang lingkup tugasnya;
e. menyampaikan hasil pembicaraan pendahuluan (huruf a) dan hasil         pembahasan (huruf b, c dan d) kepada Panitia Anggaran untuk disinkronisasi
f. menyempurnakan hasil sinkronisasi Panitia Anggaran berdasarkan         penyampaian usul komisi
g. hasil pembahasan Komisi diserahkan kepada Panitia Anggaran untuk     bahan akhir penetapan APBD.
Dalam fungsi pengawasan, komisi mempunyai tugas :
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan     APBD yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;
b. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Bawasda/BPKP/BPK yang terkait dengan ruang lingkup tugasnya.
c. melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah daerah;
2. Panitia Musyawarah
          Panitia Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Pemilihan anggota Panitian Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, Komisi-komisi, Panitia Anggaran dan Fraksi. Panitia Musyawarah terdiri dari unsur-unsur Fraksi berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD (untuk DPR RI sebanyak-banyaknya sepersepuluh dari jumlah anggota). Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Panitia Musyawarah merangkap anggota. Susunan keanggotaan Panitia Musyawarah ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Musyawarah bukan anggota.
Panitia Musyawarah menurut ketentuan Pasal 47 PP 25/2004, mempunyai tugas :
a. memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPR,        baik diminta maupun tidak diminta;
b. menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD;
c. memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul       perbedaan pendapat;
d. memberikan saran pendapat untuk memperlancar kegiatan;
e. merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus.
          Berkaitan dengan tugas menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD, Panitia Musyawarah menetapkan acara DPRD untuk satu masa sidang atau sebagian dari suatu masa sidang dan perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, serta jangka waktu penyelesaian suatu Rancangan Perda dan penentuan besarnya quota Rancangan Perda yang dibahas oleh masing-masing alat kelengkapan Dewan dengan tidak mengurangi hak Rapat Paripurna untuk mengubahnya.
          Melihat pentingnya posisi Panitia Musyawarah dalam kelembagaan dewan, seharusnya tugas Panitia Musyawarah tidak hanya ‘terpathok’ pada apa yang telah diamanatkan oleh Pasal 47 PP No. 25/2004 di atas. Ada tugas-tugas lain yang masih relevan dan substansi terkait dengan kewenangan Panitia Musyawarah. Tugas-tugas dimaksud antara lain :
a. memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentukan garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD;
b. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan    DPRD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai hal         yang menyangkut pelaksanaan tugas tiap-tiap alat kelengkapan       tersebut;
c. mengatur lebih lanjut penanganan dalam hal peraturan perundang-       undangan (Perda) menetapkan bahwa Pemerintah Daerah atau pihak     lainnya diharuskan untuk melakukan konsultasi dan koordinasi dengan        DPRD mengenai suatu masalah;
d. menentukan penanganan suatu Rancangan Perda atau pelaksanaan         tugas DPRD lainnya oleh alat kelengkapan DPRD. Namun Panitia      Musyawarah tidak boleh mengubah keputusan atas suatu Rancangan       Perda atau pelaksanaan tugas DPRD lainnya oleh alat kelengkapan DPRD;
e. melaksanakan hal-hal yang oleh Rapat Paripurna diserahkan kepada      Panitia Musyawarah.
          Berkaitan dengan tugas-tugas di atas, setiap anggota Panitia Musyawarah wajib mengadakan konsultasi dengan fraksi-fraksi sebelum mengikuti rapat Panitia Musyawarah dan menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Panitia Musyawarah kepada fraksi.
3. Panitia Legislasi
          Pada awal tulisan ini telah disinggung adanya beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaksetaraan (khususnya dalam proses legislasi) antara pemerintah daerah dengan DPRD, yang mengakibatkan belum optimalnya fungsi legislasi di DPRD, yaitu salah satunya adalah belum secara keseluruhan DPRD-DPRD mempunyai alat kelengkapan Panitia Legislasi. Keberadaan alat kelengkapan ini di dalam DPRD secara normatif memang masih lemah. Hal ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 43 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Tata Tertib DPRD, tidak menyebut secara tegas Panitia Legislasi sebagai salahsatu alat kelengkapan DPRD, namun yang disebut alat kelengkapan DPRD adalah “pimpinan, komisi, panitia musyawarah, panitia anggaran, badan kehormatan, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan”. Poin yang terakhir inilah sebagai ‘pintu masuk’ dibentuknya alat kelengkapan Panitia Legislasi, sehingga tidak dianggap sebagai alat kelengkapan yang bersifat tetap. Untuk itu, jika ada komitmen dan keinginan yang kuat dalam upaya meningkatkan optimalisasi dalam fungsi legislasi, alat kelengkapan Panitia Legislasi di DPRD hendaknya dipersamakan dengan alat-alat kelengkapan DPRD lainnya yang telah ada dan ditetapkan keberadaannya bersifat tetap.
Alat kelengkapan ini dipandang perlu jika ada komitmen untuk melakukan penguatan fungsi legislasi di DPRD. Tugas-tugas yang dapat dilaksanakan oleh alat kelengkapan ini adalah :
a. menyusun program legislasi daerah yang memuat daftar urutan rancangan peraturan daerah untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap tahun anggaran, yang selanjutnya dilaporkan dalam Rapat Paripurna untuk ditetapkan dengan Keputusan Ketua DPRD;
b. menyiapkan rancangan peraturan daerah usul inisiatif DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;
c. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, dan gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan dewan;
d. memberikan pertimbangan terhadap pengajuan rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi, dan gabungan komisi diluar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah atau prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan;
e. melakukan pembahasan dan perubahan/penyempurnaan rancangan peraturan daerah yang secara khusus ditugaskan Panitia Musyawarah;
f. melakukan penyebarluasan dan mencari masukan untuk rancangan peraturan daerah yang sedang dan/atau yang akan dibahas dan sosialisasi rancangan peraturan daerah yang telah disahkan;
g. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap materi peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi;
h. menerima masukan dari masyarakat baik tertulis maupun lisan mengenai rancangan peraturan daerah;
i. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas oleh Bupati/Walikota dan DPRD; dan
j. menginventarisasi masalah hukum dan peraturan perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPRD untuk dipergunakan sebagai bahan oleh Panitia Legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

2.5. Penguat Fungsi Legislasi DPRD
          Pada pemaparan di atas, dapat diambil ‘benang merah’ untuk mengurai optimalisasi kinerja Dewan dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Di satu sisi ada faktor yang mempengaruhi kebelumoptimalan kinerja dewan, namun disisi yang lain ada potensi dan peluang yang dapat digali dan dimanfaatkan. Seperti halnya kebutuhan akan alat kelengkapan Panitia Legislasi di DPRD. Alat kelengkapan ini belum secara keseluruhan dimiliki/dibentuk oleh DPRD-DPRD. Keberadaan alat kelengkapan ini di dalam DPRD secara normatif memang masih lemah[2]. Padahal secara substantif fungsi alat kelengkapan ini sangat penting terkait dengan penguatan fungsi legislasi di daerah (DPRD). Namun keberadaan alat kelengkapan ini sebagaimana yang telah diuraikan di atas, di dalam peraturan perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas bahwa Panitia Legislasi sebagai salahsatu alat kelengkapan DPRD. Oleh karena itu tinggal bagaimana komitmen Bapak/Ibu anggota Dewan di daerah untuk terus mendorong dan mengakselerasi terwujudnya alat kelengkapan ini untuk mengoptimalkan fungsi legislasi di DPRD. Harapan ke depan seiring dengan perubahan regulasi dan kebutuhan penguatan legislasi daerah, alat kelengkapan ini dapat dibentuk disemua DPRD dan keberadaannya bersifat tetap.
          Selain pembentukan alat kelengkapan Panitia Legislasi di DPRD-DPRD, dalam upaya penguatan fungsi legislasi DPRD sebagaimana tersebut di atas, harus pula didukung adanya pendanaan/anggaran yang cukup. Proses legislasi tidak hanya sekedar pembahasan dan pengesahan suatu RAPERDA tetapi dimulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, perumusan, pembahasan, pengundangan dan penyebarluasan. Kesemua proses tersebut memerlukan anggaran. Jika secara regulatif DPRD di beri fungsi dan wewenang untuk melakukan inisiasi legislasi, maka kesemua proses tersebut harus dilakukan dan juga harus didukung dan disertai dengan anggaran yang cukup. Pertanyaannya adalah apakah pemerintah daerah sebagai pemegang dan pengelola otoritas keuangan daerah telah secara ‘fair’ memberikan porsi yang seimbang anggaran pembuatan PERDA yang diinisiasi pemerintah daerah sendiri dengan yang diinisiasi DPRD?
          Selain kedua hal di atas, dalam upaya penguatan fungsi legislasi DPRD, perlu dipikirkan adanya dukungan staf ahli yang memadai yang nantinya akan membantu kinerja Dewan khususnya dalam proses legislasi.
[1] Staf Ahli Badan Legislasi DPR RI dan Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jember.
[2] Kecuali untuk DPRA dan DPRK (Nangroe Aceh Darussalam), telah secara tegas diatur dalam Pasal 34 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang menyatakan bahwa “Panitia Legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat tetap”

2.6. Fungsi Legislasi yang Perlu Diperkuat
          Fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus diperkuat guna mendefinisikan sedemikian rupa tugas dan wewenang dari lembaga negara pasca amandemen UUD 1945 agar tidak saling melemahkan satu sama lain. Hal ini dikemukakan oleh pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang, Saldi Isra. Ia mengusulkan agar fungsi legislasi DPR harus diperkuat untuk mencegah terjadinya tumpang tindih tugas dan wewenang lembaga negara.
          Sebenarnya, penilaian tumpang tindih tugas dan wewenang lembaga negara tersebut bisa dikatakan wajar mengingat sejumlah kalangan masih belum terbiasa dengan bentuk kelembagaan negara pasca amandemen UUD 1945. Padahal menurut Saldi, esensi dari amandemen UUD 1945 justru untuk meletakkan kembali posisi lembaga negara pada tugas dan wewenangnya sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan.
          Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra. Beliau menyampaikan keluhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai tumpang tindih tugas dan wewenang lembaga negara yang berujung pada pemborosan uang negara dan konflik.
          Konflik yang dimaksud adalah konflik yang kini tengah terjadi antar lembaga negara seperti Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA), maupun kekosongan hukum akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pasca amandemen UUD 1945. Oleh sebab itulah, pihak yang berkepentingan seharusnya mengkaji ulang kembali dasar ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen UUD 1945 tersebut.
          Menyikapi hal ini, Saldi berpendapat bahwa sejumlah kekosongan konstitusi akibat putusan MK harus diselesaikan menurut aturan perundang-undangan yang berlaku, yakni revisi atau pemerintah menerbitkan peraturan pengganti undang-undang. Sebab kekosongan yang terjadi tidak bisa dituntaskan hanya melalui kesepakatan antar lembaga saja.
          Untuk diketahui, sejak dua tahun terakhir, MK telah membatalkan undang-undang atau sejumlah pasal seperti undang-undang No. 22/2001 tentang Migas, undang-undang No. 21/2002 tentang Ketenagalistrikan, pasal-pasal penghinaan presiden dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), undang-undang No. 27/2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.









BAB III
PEMBAHASAN

Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Perda agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam pembentukan Perda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam Perda, pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut ke dalam Perda secara singkat tetapi jelas dengan bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimatnya.
Proses Penyiapan Raperda di lingkungan DPRD Berdasarkan amandemen I dan II Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUD 1945, anggota-anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan Undang-Undang. Begitu pula di tingkat daerah, DPRD memegang kekuasaan membentuk Perda dan anggota DPRD berhak mengajukan usul Raperda. Dalam pelaksanaannya Raperda dari lingkungan DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan Raperda atas inisiatif DPRD dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau unit kerja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Setelah itu juga dibentuk Tim Asistensi dengan Sekretariat Daerah atau berada di Biro/Bagian Hukum.
Dibukanya peluang yang sama baik bagi Kepala Daerah maupun bagi DPRD untuk berprakarsa dan berinisiatif dalam menyusun rancangan Peraturan Daerah, tidak terlepas dari tujuan otonomi daerah itu sendiri. Dengan prinsip otonomi seluas-luasnya daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan dilaur yang menjadi urusan pemerintah pusat. Karena itu pula daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah, yang salah satunya adalah dengan jalan membentuk peraturan daerah.
Kemudian DPRD sebagai lembaga pemerintahan daerah mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama dengan Pemerintah Daerah dan membangun dan mengusahakan dukungan dalam penetapan kebijakan Pemerintahan Daerah yang dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Atas kedudukan dan fungsi yang sama itu, maka baik DPRD maupun Kepala Daerah mempunyai hak yang sama dalam melakukan amandemen terhadap Perda dan memiliki hak yang sama dalam melakukan prakarsa dan inisiatif dalam pengajukan rancangan Perda.
Pembahasan pada lingkup DPRD sangat sarat dengan kepentingan politis masing-masing fraksi. Tim kerja dilembaga legislative dilakukan oleh komisi ( A s/d E) yang menjadi counterpart eksekutif. Proses pembahasan diawali dengan Rapat Paripurna DPRD dengan acara Penjelasan Gubernur atau Bupati/Walikota. Selanjutnya Pandangan Umum Fraksi dalam Rapat Paripurna DPRD. Proses berikutnya adalah pembahasan oleh Komisi, gabungan Komisi, atau Panitia Khusus (PANSUS). Dalam proses pembahasan apabila DPRD memandang perlu dapat dilakukan study banding ke daerah lain yang telah memiliki PERDA yang sama dengan substansi RAPERDA yang sedang dibahas. Dalam hal proses pembahasan telah dianggap cukup, selanjutnya pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPRD yang didahului dengan pendapat akhir Fraksi.
Dibukanya ruang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembentukan hukum ini bertujuan agar hukum yang dihasilkan tidak represif dan sebaliknya melahirkan hukum yang responsif. Dalam paham Nonet dan Selznick hukum yang responsif itu adalah hukum yang siap mengadopsi paradigma baru dan meninggalkan paradigma lama. Artinya, hukum tidak lagi dilihat sebagai entitas yang berdiri sendiri melainkan dia harus mampu berinteraksi dengan entitas lain dengan tujuan pokok untuk mengadopsi kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat.
Keikutsertaan masyarakat dalam pembuatan hukum diharapkan menjadi kekuatan kontrol (agent of social control) dan kekuatan penyeimbang antara kepentingan pemerintah dan masyarakat. Dengan dianutnya sistem politik yang demokrastis, kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembentukan hukum lebih terbuka. Dalam pengertian ini, arena hukum menjadi semacam forum politik, dan partisipasi hukum mengandung dimensi politik. Dengan perkataan lain, aksi hukum merupakan wahana bagi kelompok atau organisasi untuk berperan serta dalam menentukan kebijaksanaan umum.
Dalam hal rancangan PERDA tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama, rancangan PERDA tersebutsah menjadi PERDA dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam Lembaran Daerah. Rumusan kalimat pengesahan berbunyi: ”Peraturan Daerah ini dinyatakan sah” dengan mencantumkan tanggal sahnya yang dibubuhkan pada halaman terakhir sebelum pengundangan naskah PERDA ke dalam Lembaran Daerah.






















BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Dewan perwakilan rakyat memang perlu ada mengigat tidak mungkinnya semua aspek dalam bernegara diatur atau di monopoli oleh perorang.Oleh karena itu perlu dibentuk lembaga- lembaga yang mewakili setiap aspek untuk dalam berbagai bidang di dalam sebuah negara.Selain itu setiap lembaga harus mempunyai kekuatan mutlak sesuai pada biadangnya seperti dewan perwakilan rakyat melaksanakan fungsi legislasi sebagai perwujudan pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.

4.2. SARAN

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan (Peraturan Daerah) harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota. Selanjutnya Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.











DAFTAR PUSTAKA

Boy Yendra Tamin, SH.MH, Fungsi Legislasi Dprd Dan Pembentukan Peraturan Daerah, diunduh dari http://boyyendratamin.com/artikel-9-fungsi-legislasi-dprd-dan-pembentukan-peraturan-daerah.html, tanggal 14 Mei 2015, Pukul 20.35 .
Jimly Assidiqie, 2006. Perihal Undang-Undang, Jakarta: Konpres.
Jimly Assidiqie, 2005. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta: Konpres.
Mulyana W. Kusumah, 1986. Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum, Jakarta : Rajawali,.
Philippe Nonet & Selzniick, 2003. Hukum Responsif, Pilihan di Masa Depan, Jakarta : Huma.
Soenobo Wirjosoegito. 2004. Proses & Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta : Ghalia Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Legislasi_Dewan_Perwakilan_Rakyat
http://heryabduh.blogspot.com/2009/09/peranan-fungsi-legislasi-dprd-dalam.html



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengambilan Keputusan dalam Berwirausaha

Proposal Bisnis Es Krim Singkong (Cassava Ice)